Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemajuan Peradaban Islam Masa Daulah Utsmaniyah


Kemajuan yang telah dicapai para khalifah dimasa kejayaan kekuasaan Daulah Utsmaniyah di Turki, masih dapat dilihat bekas peninggalan-peninggalannya sampai sekarang. Daulah Utsmani merupakan daulah sistem khilafah yang terakhir berdiri tegak di atas bumi untuk memimpin umat Islam, sehingga dari saat berakhirnya masa kekuasaannya maka umat Islam tidak lagi memiliki kepemimpinan dalam Islam.

Berikut adalah pembahasan tentang kemajuan peradaban Islam masa daulah Utsmaniyah selengkapnya.

Kebangkitan Daulah Utsmani diprakarsai oleh Muhammad I, kemenangan Timur Lenk atas Daulah Utsmani meninggalkan luka yang sangat mendalam, ditambah perselisihan antar saudara di dalam keluarga Utsmani. Berkat kecerdikan yang dikaruniakan oleh Allah Swt kepadanya, Muhammad I berhasil meredam perselisihan putra-putra Bayazid.

Bisa dikatakan bahwa Muhammad I adalah pendiri Daulah Usmani periode kedua setelah membawa bangsanya berjuang kembali meraih kejayaannya. Dengan tekad yang kuat, Muhammad I mempersatukan seluruh keluarga dan saudara-saudaranya, akhirnya Daulah Usmani bangkit dan berjaya. Melampaui kejayaan yang diperoleh pendiri Daulah Usmani pada masa sebelumnya.

Daulah Utsmani sebagai daulah Islamiyah diakui kembali sebagai penguasa dunia dengan kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuannya. Berikut ini para penguasa Daulah Utsmani yang berasal dari generasi kedua yang pernah membawa daulah Utsmaniyah ke atas puncak kejayaannya, diantaranya adalah :

1. Muhammad I (817-824 H/1403-1421 M)

Muhammad I adalah putera bungsu dari Bayazid, setelah berkuasa menggantikan ayahnya ia mulai menyusun kekuatan kembali dan memulihkan keadaan Turki Usmani dari upaya memecah-belah yang dilakukan oleh Timur Lenk.

Strategi Muhammad I adalah menjalin hubungan diplomatik dengan para penguasa Byzantium dan Venesia, dengan maksud agar kedua negeri ini tidak mengganggu kerja utamanya yaitu mendamaikan kekhalifahan Usmani. Berkat usahanya yang gigih, Muhammad I berhasil mengangkat citra Daulah Usmaniyah sehingga dapat bangkit kembali, yaitu dengan menyusun pemerintahan, memperkuat tentara dan memperbaiki kesejahteraan kehidupan masyarakat.

Sultan Muhammad I adalah sosok yang sangat cinta kedamaian dan ilmu pengetahuan. Mencintai Fuqafa, termasuk alasan memindahkan ibu kota dari Adrianopel ke Busra. Karena Busra sering juga disebut sebagai kota para Fuqaha.

Sultan Muhammad I hadir pada waktu yang tepat, di saat rakyat mendapat seorang penguasa yang sesuai dengan harapan, namun Allah Swt berkehendak lain. Pada tahun 824 Hijriyah/1421 Masehi Sultan Muhammad I meninggal dunia di Kota Urnah dalam usia 43 tahun.

2. Murad II
(824-855 H/1421-1451 M)

Murad II menggantikan ayahandanya Muhammad I pada usia yang masih 18 tahun.Dia dikenal sebagai penyair dan orang yang mencintai ulama. Cita-cita Sultan Murad II adalah melanjutkan usaha perjuangan Muhammad I. Prioritas utama perjuangannya adalah merangkul kembali daerah-daerah yang terlepas dari Daulah Usmani sebelumnya, yaitu daerah Asia Kecil, Soloniki, Albania, Falakh, dan Hongaria.

Sultan Murad II membuat istana penguasa bernuansa akademis, hal tersebut dilakukan agar kegiatan keilmuan tetap berkembang pada zamannya. Dia mengirimkan sejumlah uang untuk kesejahteraan penduduk Makkah, Madinah dan Baitul Maqdis sebanyak 3.500 dinar setiap tahunnya.

Sultan Murad II menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 16 Muharram 855 Hijriyah. Bertepatan dengan tanggal 18 Februari 1451 Masehi di Andrianopel menjelang usia 47, dan sesuai wasiatnya kemudian dimakamkan pada hari Jum`at di samping masjid Jami` Muradiyah di Bursa.

3. Muhammad II Al-Fatih
(855-884 H/1451-1481 M)

Al Fatih adalah gelar kebanggaan beliau karena berhasil menaklukan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih atau Abu Al-Khairat diangkat menjadi pemimpin Daulah Usmaniyah ketika itu baru berumur 22 tahun. Muhammad Al Fatih berusaha membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai dapat menaklukkan Konstantinopel sebagai ibu kota Byzantium.

Sejak beliau, Muhammad Al Fatih sudah dididik oleh ulama-ulama rabbani. Di antara gurunya adalah Muhammad bin Hamzah al Dimasyqi al Rumi, beliau lebih populer dengan sebutan Syekh Syamsuddin (792-863 Hijriyah/1389-1459 Masehi) di antara gurunya lagi adalah Syekh Ahmad bin Ismail al Kurani.

Berdasarkan hadis Nabi Muhammad Saw; “Pada suatu saat kota Konstantinopel pasti akan ditaklukan oleh umat Islam dan sebaik-baiknya pemimpin adalah yang menaklukannya dan sebaik baik pasukan adalah pasukannya”. Konstantinopel merupakan kota yang sangat penting dan belum bisa dikuasai penguasa Islam sebelumnya.

Konstantinopel merupakan salah satu kota terpenting di dunia. Kota ini dibangun pada kisaran tahun 330 Masehi oleh Kaisar Byzantium yaitu Constantine 1. Memiliki letak yang sangat strategis, sehingga dikatakan “andaikata dunia ini sebagai kerajaan, maka Konstantinopel akan cocok untuk menjadi ibu kota kerajaan itu”.

Muhammad Al Fatih berhasil menguasai Konstantinopel dengan perencanaan dan persiapan yang matang dan juga strategi yang baik.Kota Konstantinopel jatuh ke pangkuan umat Islam pada 20 Jumadil Ula 857 Hijriyah atau 29 Mei 1453 Masehi. Setelah memasuki Konstantinopel disana terdapat sebuah gereja Hagia Sofia (Aya Sofia) Al Fatih memasuki gereja tersebut yang digunakan sebagai tempat perlindungan terakhir para pendeta, Rahib dan masyarakat.

Al Fatih dengan kebaikan akhlaknya memberikan sikap bijaksananya dan perlindungan kepada seluruh penduduk Konstantinopel. Setelah salib-salib, berhala dan gambar-gambar diturunkan, Aya Sofia dibersihkan dan kemudian dijadikan masjid bagi umat Islam. Akhirnya kota Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota kerajaan Turki Utsmani dan namanya diganti menjadi Islambul atau kota Islam yang kemudian dikenal dengan nama Istambul.

4. Bayazid II (884-918 H/1481-1512 M)

Menggantikan kedudukan ayahnya, Bayazid II penguasa yang tidak terlalu kuat. Pada masanya terjadi perselisihan dengan saudaranya yaitu Jem yang diikuti juga oleh pengikut Jem. Ketidakharmonisan ini sedikit banyak berpengaruh terhadap kondisi masyarakat yang sebelumnya sangat dinamis.

Bayazid II sangat perhatian terhadap pembangunan dan sarana umum, Takaya, Zawiyah (tempat berkhalwat para sufi). Kesejahteraan para guru/pengajar juga sangat diperhatikan. Sultan dikenal sebagai seorang pemimpin yang mencintai penduduk dua kota suci Makkah dan Madinah.

Pada tanggal 18 Shafar 918 Hijriyah atau 25 April 1512 Masehi Sultan Bayazid II menyerahkan estafet kepemimpinannya kepada Sultan Salim I. Sultan Bayazid II meninggal dalam perjalanan ke Daimutika, jenazahnya kemudian dibawa ke Istambul dan dikuburkan di dekat Masjid Jami` yang dibangunnya.

5. Salim I
(1512-1520 M/918-926 H)

Selama menjabat sebagai pemimpin tertinggi, Salim I membuat wajah baru dalam pemerintahan Daulah Usmani. Dimasa pemerintahannya banyak kebijakan yang dilakukan dalam bidang kemiliteran. Salim I merupakan salah satu penguasa Usmani yang paling berhasil dan dihormati, giat, dan pekerja keras.

Meski masa kekuasaannya terbilang singkat, para sejarawan sepakat bahwa Salim I telah mempersiapkan Daulah Utsmani untuk mencapai titik puncaknya pada masa putra dan penerusnya, Sulaiman Al Qanuni. 

Salim I juga seorang pujangga yang menulis puisi dalam bahasa Turki dan Persia menggunakan nama Mahlas Selimi, yang kumpulan puisi Persianya masih utuh hingga hari ini Dalam salah satu puisinya, dia menulis, "Sebuah permadani cukup besar untuk diduduki oleh dua orang sufi, tetapi dunia tidak cukup besar untuk dua orang raja.”

6. Sulaiman Al Qanuni
(927-974 H/1520-1566 M)

Sulaiman lahir pada tanggal 6 November 1469 Masehi di Trabzon. Sulaiman I atau Sulaiman Al Qanuni naik tahta pada saat Turki Usmani mengalami puncak kejayaan, peristiwa penting di masa kepemimpinannya, ialah upaya penyempurnaan undang-undang Turki Usmani. Ia tidak hanya merupakan pemimpin militer yang besar, manusia dari pedang, seperti ayah dan kakeknya, merupakan manusia dari pena.

Sulaiman Al Qanuni merupakan legislator ulung, berdiri di depan mata rakyatnya sebagai penguasa berjiwa besar dan eksponen keadilan yang murah hati. Sulaiman I diberi gelar Al Qanuni atau the Magnificent “pembuat undang-undang”, karena jasanya meletakkan dasar-dasar hukum bagi Daulah Usmani dan tentunya yang paling lama memerintah.

Kitab undang-undang itu diberi nama Multaqa’ al Abhrar/Multaqul Abhur (muara segala samudera). Ketika hukum Qanun mencapai bentuk akhirnya, undang-undang tersebut dikenal sebagai Qanun Osmani. Undang-undang tersebut diterapkan selama lebih dari tiga ratus tahun. Sulaiman Al Qanuni melakukan pembangunan yang fenomenal.

Pembangunan Masjid Sulaiman, 81 masjid jami’, 52 masjid kecil, 55 madrasah, 7 asrama pelajar, 5 buah takiyah (tempat memberi makan fakir miskin), 7 jembatan, 33 istana, 18 pesanggrahan, 5 museum dan 33 pemandian umum. Dalam sebuah dokumen yang dibuat tahun 1526 terdaftar 40 kelompok seniman dengan lebih dari 600 anggota.

Seniman yang bekerja di istana meliputi pelukis, penjilid buku, penjahit pakaian dari bulu, pengrajin perhiasan, dan penempa emas. Istanbul menjelma menjadi pusat kesenian visual, musik, penulisan serta filasafat. Inilah periode yang paling kreatif dalam sejarah Daulah Usmani. Daulah Usmaniyah pada saat itu telah menjadi menjadi kekuatan yang disegani di dunia.

Penaklukan yang dilakukan Sulaiman Al Qanuni menyebabkan kesultanan menguasai kota-kota besar Islam seperti Mekah, Madinah, Yerusalem, Damaskus, dan Baghdad. Sebagian besar di Balkan serta sebagian besar Afrika Utara.

Bagaimanapun juga, pemerintahan pada masa Sulaiman Al Qanuni merupakan representasi puncak kejayaan politik Daulah Usmani dan puncak keemasan pemerintahan Usmani yang menjangkau sampai tiga benua. Sultan Sulaiman Al Qanuni wafat pada tanggal 5 September 1566 Masehi. Hari itu adalah hari yang penuh duka cita, umat Islam merasakan kesedihan dan kehilangan yang sangat mendalam.

Demikian bahasan tentang kemajuan peradaban Islam masa Daulah Utsmaniyah.
Semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Kemajuan Peradaban Islam Masa Daulah Utsmaniyah"