Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Perkembangan Islam di Asia Tenggara : Vietnam, Singapura dan Myanmar


Wilayah negara Vietnam merupakan salah satu negara komunis di dunia dan bernama resmi Republik Sosialis Vietnam. Negara ini terletak di ujung timur Semenanjung Indochina kawasan Asia Tenggara. Vietnam berbatasan dengan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut, Kamboja di sebelah barat daya dan di sebelah timur terbentang Laut China Selatan.

Berikut adalah pembahasan tentang sejarah perkembangan Islam di Asia tenggara : Vietnam, Singapura dan Myanmar, akan dijelaskan selengkapnya berikut ini.

1. Sejarah Perkembangan Islam di Vietnam

Vietnam merupakan negara terpadat ke-13 di dunia ini dengan populasi sekitar 84 Juta jiwa. Sejarah perkembangan Islam di Jawa tidak terlepas dari cerita putri Champa. Seorang putri dari kerajaan Champa pada akhir Kerajaan Majapahit, yang biasa disebut dengan Putri Champa.

Kerajaan Champa (bahasa Vietnam: Chiκm Thΰnh) adalah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan (termasuk sebagian Kamboja), diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan 1832 Masehi.

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang penentuan tahun masuknya Islam ke Vietnam, namun mereka sepakat bahwa Islam telah sampai ke tempat ini pada adab ke 10 dan 11 Masehi melalui India, Persia dan pedagang Arab, dan menyebar antara masyarakat cham.

Dalam sejarahnya sebelum penaklukan Champa oleh by Lκ Thαnh Tτng, agama dominan di Champa adalah Syiwaisme dan budaya Champa sangat dipengaruhi oleh India. Islam mulai memasuki Champa setelah abad ke-10. Namun, baru setelah invasi 1471, pengaruh agama ini menjadi semakin cepat.

Pada abad ke-17 keluarga bangsawan Champa juga mulai memeluk agama Islam. Orang-orang Cham (sebutan untuk orang-orang Kerajaan Champa, berorientasi kepada Islam. Perkembangan agama Islam di negara komunis Vietnam saat ini sebagaimana di lansir Kantor berita AFP, pada tahun 2010 lalu, merilis data jumlah penduduk muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa.

Namun, menurut situs religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di Ibu kota Ho Chi Minh mencapai 5.000 orang. Rumah makan yang menawarkan makanan halal dan masjid-masjid serta madrasah juga banyak ditemukan. Secara umum, total populasi Muslim, terutama dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang.

Namun, hasil survei yang dilakukan oleh The Pew Research Center pada Oktober 2009, menyatakan bahwa jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 71.200 jiwa. Angka itu mengalami kenaikan dibandingkan data hasil sensus pada 1999 yang hanya mencapai 63.146 jiwa.

Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan Province, 24 persen di Provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen di Kota Ho Chi Minh. Sekitar 22 persen menetap di wilayah Sungai Mekong, khususnya di Provinsi An Giang. Sisanya, sekitar 1,0 persen tersebar di wilayah-wilayah lainnya.

Umat Islam Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku beragam, dan dapat kita bagi pada 3 kelompok. Kelompok pertama, Muslim Tcham, yang merupakan kelompok mayoritas.

Kelompok kedua, umat yang berasal dari suku-suku yang beragam, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari negeri-negeri yang beragam kemudian menikah dari anak-anak negeri tersebut, seperti Arab, India, Indonesia, Malaysia dan Pakistan, dan jumlah mereka merupakan kelompok terbesar dari jumlah umat Islam secara keseluruhan.

Kelompok ketiga, muslim dari warga Vietnam asli, dan mereka adalah warga Vietnam yang masuk setelah berinteraksi dengan para pedagang muslim dan komunikasi secara baik, seperti kampung Tan Buu pada bagian kota Tan An, baik dengan masuknya warga kepada Islam atau mereka masuk Islam melalui pernikahan.

Berdasarkan data dari pemerintah, Islam adalah agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di Vietnam. Kegiatan keagamaan masih dibawah kontrol pemerintah Vietnam yang beraliran komunis. Walau berada di bawah kekuasaan pemerintah komunis yang mengontrol dengan ketat, muslim Cham dapat menjalankan ibadah dengan bebas dan nyaman.

Bahkan banyak fasilitas dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada muslim Cham, terutama dalam hal pendidikan. Namun, hal itu dirasa kurang cukup, karena kebutuhan akan pendidikan tinggi yang belum terpenuhi. Sebaliknya jumlah madrasah sangat banyak. Sehingga banyak dari pelajar muslim yang merantau ke Malaysia untuk meneruskan studi.

Agama Islam yang berkembang saat ini di Vietnam beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi pengaruh budaya domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India.

2. Sejarah Perkembangan Islam di Singapura

Singapura merupakan negara kepulauan yang terletak di penghujung Selatan Semenanjung Malaya. Luas wilayahnya hanya sekitar 583 KM2. Penduduknya mayoritas pendatang, terutama berasal dari etnis Cina. Penduduk Singapura yang beragama Islam terbilang minoritas dan hamper semuanya berasal dari orang-orang Melayu. 

Jumlah penduduk sekitar 4,99 juta jiwa, sekitar 14.9% penduduk yang memeluk agama Islam, sedangkan mayoritas beragama Buda 42,9%, Ateis 14,8%, Kristen 14.6%, Taouisme 8%, dan Hindu 4%, serta sisanya kepercayaan lainnya 0.6%. Singapura telah menjadi rute bagi pedagang orang muslim dari Timur Tengah sejak abad ke-15 menjadi sejarah masuknya Islam di Singapura. 

Cara masuknya Islam ke Singapura tidak jauh berbeda dengan cara masuknya Islam ke negara-negara di Asia Tenggara. Islam masuk ke Singapura dengan cara perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Arab yang melalui daerah perairan Singapura. Adanya pernikahan pedagang Arab dengan penduduk setempat kemudian tinggal dan menetap di Singapura, membantu Islam berkembang di dearah ini.

Mereka membentuk suatu komunitas tersendiri dan mendirikan perkampungan di sana. Para pedangang yang telah menetap berdakwah dengan menjadi imam dan guru agama bagi komunitasnya. Komunitas ini juga memiliki sistem pendidikan agama yang berjalan secara tradisional, seperti belajar dari rumah ke rumah dan dilanjutkan dari masjid ke masjid. 

Pada tahun 1800 Masehi, pusat pendidikan tradisional berada di Kampung Glam dan kawasan Rocor. Peranan guru-guru dan imam menjadi sangat penting dalam mengembangkan penghayatan terhadap Islam bagi muslim di Singapura. Mazhab yang dianut oleh muslim di Singapura adalah mazhab Syafi'i dengan paham teologi Asy'ariyah. 

Singapura pada awalnya berada di bawah kekuasaan Sultan Johor yang menetap di kepulauan Riau-Lingga. Pada tanggal 29 Januari 1819 Masehi, Sir Thomas Stanford Rafless meramalkan bahwa Singapura akan menjadi lokasi yang stategis bagi kerajaan Inggris dalam mengatur pelayaran disekitarnya. 

Dengan pemikiran yang demikian, akhirnya pada tanggal 31 Januari 1819 Masehi Rafless membuat kesepakatan dengan Sultan Johor untuk mendirikan pusat perniagaan di Singapura. Keadaan Singapura yang awalnya merupakan daerah kekuasaan Sultan Johor yang didiami oleh etnis Melayu, juga telah memberikan jalan bagi masuknya Islam ke Singapura. 

Perkembangan Islam di Singapura tidak terlepas dari penyerapan suatu praktik hukum atau norma yang harus sesuai dengan kondisi Buddhaya, sosial, dan ekonomi setempat. Kita ketahui bahwa Singapura merupakan negara dengan perkembangan yang pesat dengan adaptasi hukum Inggris. 

Meskipun demikian, umat Islam di Singapura tetap mengusahakan adanya hukum Islam di Negara Singapura. Keberadaan hukum Islam di Singapura tidak bisa terlepas dari peran umat Islam yang ada di negara tersebut. Umat Islam Singapura berusaha keras untuk mendekati pemerintah agar mengesahkan suatu undang-undang yang mengatur hukum individu dan keluarga Islam di Singapura. 

Setelah diupayakan selama bertahun-tahun, barulah pada tahun 1966 Masehi. pemerintah mengeluarkan rancangan undang-undang parlemen dan menerima Undang-undang Administrasi Hukum Islam (AMLA). Undang-undang ini telah dinilai oleh perwakilan dari berbagai suku dan mazhab yang ada di Singapura. 

Pada tahun 1966 AMLA mengusulkan pembentukan Majelis Ulama Islam gapura atau Islamic Religious Council of Singapore (MUIS) sebagai suatu hukum. MUIS diharapkan dapat menjadi penasihat Presiden Singapura dalam hal yang berkaitan dengan agama Islam di Singapura. Tugas MUIS sama seperti MUI di Indonesia. 

Tugas mereka mengatur kegiatan Islam di Singapura, seperti mengeluarkan sertifikasi halal untuk makan yang menurut ketentuan Islam baik untuk di konsumsi, melakukan perhitungan waktu Shalat di Singapura, dan menjadi penyelengara pernikahan secara Islam. Adapun fungsi dan tugas Majelis Ulama Islam Singapura sebagai berikut. 

1. Memberi saran kepada presiden Singapura dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan agama Islam di Singapura. 

2. Mengurusi masalah yang berkaitan dengan agama Islam dan kaum muslimin di Singapura, termasuk urusan hap dan sertifikasi halal. 

3. Mengelola wakar dan dana kaum muslimin berdasarkan undang-Undang dan amanah. 

4. Mengelola pengumpulan zakat, infak, dan sedekah untuk mendukung dan mensyiarkan agama Islam atau untuk kepentingan umat Islam. 

5. Mengelola seinua masjid dan madrasah di Singapura. Dalam perkembangan selanjutnya, umat Islam di Singapura terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu migran yang berasal dan dalam dan luar wilayah. 

Kelompok migran dari dalam wilayah berasal dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Riau, dan Bawean. Kelompok ini identik dengan etnis Melayu Adapun kelompok migran dan luar wilayah dibagi menjadi dua kelompok penting, yaitu muslim India yang berasal dan sub kontinen India (Pantai Timur dan Pantai Selatan India) dan keturunan Arab, khususnya Hadramaut Yaman.

Migran yang berasal dan luar wilayah secara umum berasal dan golongan muslim yang kaya dan terdidik. Kelompok ini pula akhirnya membentuk kelompok elit sosial dan ekonomi Singapura. Mereka mempelopori perkembangan Singapura sebagai pusat pendidikan dan penerbitan muslim. 

Di samping itu, mereka juga sebagai penyumbang dana terbesar untuk pembangunan masjid, lembaga pendidikan, dan organisasi sosial Islam lainnya, seperti keluarga al Segat, al Kaff, dan al Juneid.

3. Sejarah Perkembangan Islam di Myanmar

Myanmar dahulu bernama Burma. Luas wilayahnya sekitar 678.000 km2 Islam di Myanmar merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah abama Buddha. Kaum muslimin pada umumnya tinggal di Provinsi Arakan, Myanmar bagian barat. Daerah ini berbatasan dengan Bangladesh. 

Provinsi Arakan dahulunya merupakan kerajaan yang merdeka hingga tahun 1684 Masehi. Penduduk Myanmar yang beragama Islam tercatat 7% dan total jumlah penduduk. Mereka hidup dalam kemiskinan akibat rezim komunis yang berkuasa. Selain itu, juga karena perlawanan dari umat Buddha terhadap umat Islam. 

Islam telah masuk ke Myanmar melalui dakwah, tetapi belum tersebar luas walau telah tersebar ke sejumlah wilayah seperti Arakan. Islam sampai ke Myanmar melalui jalur perdagangan dan dakwah. Kala itu, wilayah tersebut masih disebut Burmanja. Di bagian barat terdapat kerajaan Arakan.

Mayoritas penduduknya muslim, bertetangga dengan Bengal yang merupakan wilayah Islam. Dari sanalah Islam terus meluas ke wilayah Burmania lainnya. Perkembangan Islam di Myanmar mendapatkan perlawanan sengit dari pengikut agama Buddha. 

Pada tahun 686 Hijriyah, muslim Tartar, bangsa Mongol menginvasi Burmania melalui Cina dan berhasil melengserkan rajanya serta memberi kebebasan untuk memeluk agama sesuai keyakinannya. Sebagian masyarakat masuk Islam dan sebagian lainnya memeluk agama Buddha. 

Tatkala Suja saudara Aurangzeb, penguasa Imperium Mugal di Hindustan melarikan diri ke Burmania, mereka berbaur dengan para penduduk sambil menyebarkan agama Islam. Islam di Myanmar bermula dari kaum muslim di Arakan yang berasal dari Suku Rohingya. Mereka membentuk Organisasi Solidaritas Rohingya dengan presidennya Muhammad Yunus. 

Organisasi Solidaritas Rohingya pernah meminta kepada Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menekan pemerintah Myanmar agar menghormati hak-hak minoritas muslim sebagaimana yang dilakukan OKI terhadap pemerintah Bulgaria. 

Sikap muslim Rohingya terhadap sosialis Myanmar terbagi menjadi dua. Pertama, kelompok yang berintegrasi dengan partai sosialis yang berkuasa. Tujuan kelompok ini adalah untuk melindung kelompok minoritas dari kekerasan penguasa. Mereka mengembangkan agama Islam melalui jalur pendidikan atau dakwah. 

Organisasi Solidaritas Rohingya termasuk dalam kelompok ini. Kedua, kelompok muslim yang membentuk organisasi Gerakan pembebasan menentang pemerintah Myanmar. Mereka membentuk Front Nasional Pembebasan Rohingya. Front ini bekerjasama dengan Tentara Pembebasan Nasional Karen. 

Karen adalah suatu propinsi di bagian selatan Myanmar yang berbatasan dengan Thailand. Masyarakat Karen memperjuangkan pemisahan diri dari Myanmar. Masyarakat Karen berusaha memisahkan diri dari Myanmar dengan dua alasan. Yaitu :

Pertama, karena Karen merupakan etnis tersendiri yang berbeda dengan umumnya etnis masyarakat Myanmar. 

Kedua
, karena penguasa Myanmar melakukan diskriminasi terhadap Suku Karen. Oleh karena itu, propinsi Arakan dan Karen merupakan daerah yang terus menerus bergejolak di Myanmar.

Demikianlah bahasan tentang sejarah perkembangan Islam di asia tenggara : Vietnam, Singapura dan Myanmar. 

Posting Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Islam di Asia Tenggara : Vietnam, Singapura dan Myanmar"