Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Bani Abbasiyah


Daulah Abbasiyah yang berkuasa selama lima setengah abad, merupakan salah satu pemerintahan dalam sejarah Islam yang sangat mementingkan usaha perkembangan peradaban Islam. Telah banyak prestasi yang ditorehkan oleh Daulah Abbasiyah, dari perluasan wilayah, pengembangan ilmu pengetahuan hingga seni bangunan arsitektur.
Periode awal pemerintahan, Daulah Abbasiyah memiliki khalifah-khalifah yang memiliki perhatian besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, seperti: Khalifah Abu Ja’far Al-Mansyur. Dikenal sebagai seorang khalifah yang cinta ilmu pengetahuan, sehingga harta dan kekuasaaanya dimanfaatkan untuk pengembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Pada periode inilah landasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan disiapkan. Khalifah Abu Ja’far Al-Mansyur secara langsung meminta kepada para ilmuan untuk secara serius mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya untuk kemaslahatan ummat manusia. Kerjasama yang apik antara ilmuan dan pemerintah melahirkan para ilmuan muslim dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Kedokteran, Filsafat, Kimia, Botani, Astronomi, Matematika, dan lain-lain. 

Beberapa faktor yang menyebabkan kemajuan peradaban dan perkembangan Islam masa Daulah Abbasiyah berkembang pesat, yaitu : 

1. Terjadinya asimilasi budaya, bahasa, pengetahuan antara bangsa Arab dengan bangsa lainnya. 

2. Gerakan penerjemahan berbagai ilmu pengetahuan dari bahasa asalnya ke bahasa Arab. Gerakan penerjemahan ini berlangsung sejak Khalifah Abu Ja’far Al Mansyur hingga Khalifah Harun Ar-Rasyid. Buku-buku klasik Romawi dan Yunani yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu filsafat, astronomi, farmasi, dan seni budaya dialihbahasakan dalam bahasa Arab. 

3. Pendirian pusat studi dan kajian yang diberi nama Baitul Hikmah. Tempat ini bukan saja hanya menjadi pusat studi orang-orang di wilayah Baghdad, tapi hampir dari seluruh penjuru dunia. 

4. Pembentukan Majelis Munadzarah pada masa Khalifah Abdullah Al-Makmun menjadi pusat kajian yang mengupas segala persoalan hukum keagamaan.

Bidang Penertiban Administrasi Pemerintahan 

Usaha membangun peradaban emas juga terjadi pada bidang administrasi pemerintahan Daulah Abbasiyah. Pengangkatan Wazir (Perdana Menteri) yang bertugas membantu khalifah dalam menjalankan roda pemerintahan. Wazir dibantu oleh beberapa departemen. 

1. Diwanul Kharij : Departemen Luar Negeri 
2. Diwanul Ziman : Departemen Pengawasan Urusan Negara 
3. Diwanul Jundi : Departemen Pertahanan dan Keamanan 
4. Diwanul Akarah : Departemen Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum 
5. Diwanul Rasa’il : Departemen Pos dan Telekomunikasi. 

Pengangkatan Ra’isul Kitabah (Sekretaris Negara) yang memimpin Diwanul Kitabah (Sekretariat Negara). Dalam menjalankan tugasnya Ra’isul Kitabah dibantu oleh lima orang Katib (Sekretaris), yaitu : 

1. Katib Rasa’il : sekretaris bidang persuratan 
2. Katib Kharraj : sekretaris bidang perpajakan dan kas negara 
3. Katib Jundi : sekretaris bidang kemiliteran, pertahanan dan kemanan 
4. Katib Qada : sekretaris bidang hukum dan perundang-undangan 
5. Katib Syurtah : sekretaris bidang kepolisian dan keamanan sipil 

Pengangkatan kepala daerah untuk menjaga daerah wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang dipimpin oleh gubernur (Amir). Untuk memudahkan kordinasi pemerintah pusat dan daerah, di bawah gubernur dibentuk pemerintah desa (Qaryah) yang dipimpin oleh Syaikhul Qaryah (Kepala Desa). Pembentukan Mahkamah Agung, yang menangani beberapa bidang hukum, seperti :

1. Al-Qadi : mengadili perkara agama, hakimnya disebut Qadi 
2. Al-Hisbah : mengadili perkara umum, baik pidana maupun perdata, hakimnya disebut Al-Mustahsib 
3. An-Nazar fil Mazalim : pengadilan tingkat banding setelah dari pengadilan Al Qadi atau Al-Hisbah, hakimnya disebut Sahibul Mazalim.

Bidang Politik dan Militer 

Bidang Politik : Dalam bidang politik Daulah Abbasiyah menjalan hubungan persahabatan yang baik dengan negara-negara lain, diantaranya: 

1. Menjalin kerjasama politik dengan Raja Frank di sebagian wilayah Andalusia (Spanyol). Tujuannya adalah, untuk mengantisipasi meluasnya pengaruh Daulah Umayyah. 
2. Menjalin hubungan dengan Afrika Barat. Tujuannya adalah, menambah kekuatan dan kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, Irak. 

Bidang Militer : Daulah Abbasiyah pernah mencapai profesionalisme militer yang terjadi pada periode pertama dan periode kedua pemerintahannya. Sekitar 100 tahun lamanya kebijakan politik dan militer sepenuhnya mandiri ditangan para khalifah Daulah Abbasiyah, tanpa dipengaruhi oleh bangsa manapun. 

Empat periode kepemimpinan Daulah Abbasiyah dalam mewujudkan kemandirian politik dan militer, yaitu : 

1. Periode pertama (750-847 M), kebijakan militer yang diambil pada periode ini merupakan usaha para khalifah dalam memberikan landasan pemerintahan yang tangguh dan militer yang kuat. 

2. Periode kedua (847-946 M), periode ini kebijakan politik dan militer Daulah Abbasiyah banyak dipengaruhi oleh orang-orang Turki. Hal ini mengakibatkan banyak orang Turki yang menduduki posisi penting dalam jabatan militer Daulah Abbasiyah. Orang-orang Turki yang banyak menduduki posisi penting itu tidak dapat dikendalikan, mereka mampu mengontrol kekuasaan bahkan banyak gubernur dan panglima tentara yang menyatakan diri sebagai khalifah. Dari sini tanda-tanda perpecahan dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah mulai tampak. 

3. Periode ketiga (946-1094 M), munculnya kekuatan politik dari Bani Buwaihi yang beraliran Syiah. Mereka dapat mengontrol pemerintahan Daulah Abbasiyah, bahkan mampu menekan khalifah Abbasiyah saat itu khalifah Al Mustakfi. Agar menjadikan Ahmad Buwaihi sebagai Amirul ‘Umara (Panglima Tentara). Sejak saat itu khalifah Daulah Abbasiyah tidak lagi memiliki kekuasaan penuh, karena roda pemerintahan dipengaruhi oleh dominasi Bani Buwaihi. 

4. Periode keempat (1094-1258 M), pemerintahan Daulah Abbasiyah di bawah kendali orang-orang Seljuk dari Turki. Mereka mampu menghilangkan dominasi Bani Buawaihi yang berkuasa lama dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah. Selama periode inilah, Bani Seljuk berhasil mengambil alih kekuasan dan jalanya roda pemerintahan dari tangan khalifah. 

Roda pemerintahan Daulah Abbasiyah tidak lagi berada di tangan khalifah yang sah, para khalifah Daulah Abbasiyah hanya diperkenankan mengurusi persoalan-persoalan agama. Kekhalifahan Daulah Abbasiyah hilang di tahun 1258 M saat tentara Mongol yang dipimpin Hulagu Khan memorak-porandakan kota Baghdad sebagai pusat pemerintahan Daulah Abbasiyah.

Bidang Ekonomi (Perdagangan, Perindustrian dan Pertanian) 

Peningkatan taraf hidup masyarakat dalam bidang ekonomi masa Daulah Abbasiyah sebenarnya telah dimulai saat Khalifah Abu Ja’far Al-Mansyur berkuasa. Ia merupakan tokoh utama dari peletak dasar ekonomi Daulah Abbasiyah, sikap tegas, adil dan bijaksana membawa Daulah Abbasiyah maju dalam berbagai bidang. Kemajuan sektor ekonomi Daulah Abbasiyah pada masa ini disebabkan oleh usaha-usaha para khalifah yang mendorong kemajuan dalam sektor perdagangan. 

1. Sektor Perdagangan 

Perekonomian masyarakat pada masa Daulah Abbasiyah meningkat saat khalifah Al-Mahdi (775-785 M) memerintah. Hubungan luar negeri Daulah Abbasiyah dengan kerajaan-kerajaan lain telah membawa peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menambah kas negara. 

Kota Basrah menjadi pelabuhan penting, sebagai tempat transit antara Timur dan Barat, banyak mendatangkan kekayaan bagi Abbasiyah. Selain itu, ada juga pelabuhan Damaskus dan dermaga Kuffah. Seiring itu, terjadi peningkatan pada sektor tambang, pertanian dan industri. 

2. Sektor Perindustrian 

Khalifah Daulah Abbasiyah memiliki perhatian yang sangat serius dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Untuk itu, mereka aktif mendorong kemajuan sektor perindustrian. Para khalifah menganjurkan masyarakatnya untuk berlomba-lomba dalam industri dan pengolahan. Banyak kota dibangun untuk pusat perindustrian. 

kota Basrah menjadi pusat industri gelas dan sabun, kota Kuffah merupakan pusat industri tekstil, industri pakaian dari sutra bersulam ditempatkan di kota Damaskus yang pusat kerajinan sutranya berada di Khazakstan, dan kota Syam menjadi pusat industri keramik dan gelas berukir. 

3. Sektor Pertanian 

Pembangunan kanal, bendungan, irigasi dan terusan diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan petani yang hasilnya mampu meningkatkan produktifitas para petani dan kualitas hasil panennya. Sebagai contoh, pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid, istri khalifah, Ratu Zubaidah menyaksikan penderitaan rakyat akibat kemarau panjang dalam kunjungannya ke Makkah dan Madinah. 

Atas usulan permaisuri, khalifah membangun sebuah bendungan dan terusan yang dapat mengalirkanair ke ladang-ladang dan untuk kebutuhan hidup para petani. Sehingga kehidupan masyarakat di dua kota suci itu sejahtera. Untuk mengenang jasa Ratu Zubaidah, bendungan itu diberi nama “Bendungan Zubaidah”.

Bidang Seni Budaya 

Peradaban Islam dalam bidang seni budaya, sastra mancapai puncak kejayaannya pada masa Daulah Abbasiyah. Kota Baghdad menjadi kota pusat studi ilmu, seni dan sastra. Kemajuan ini disebabkan karena proses asimilasi (pertemuan budaya) antara bangsa Arab dengan bangsa lainnya. Apalagi setelah kegiatan penerjemahan berbagai macam buku dari Yunani, India, Byzantium, dan Persia ke dalam bahasa Arab. Perkembangan peradaban yang dapat diidentifikasi dalam bidang seni budaya dan sastra seperti : 

1. Seni Arsitektur 

Seni arsitektur ini sangat digemari oleh para khalifah. Seni arsitektur ini sangat berguna untuk keperluan membangun gedung, masjid, istana, madrasah, dan kantor pemerintahan. khalifah Abbsiyah tidak segan-segan mendatangkan arsitek-arsitek dari Byzantium, Yunani, Persia, dan India untuk mendisain bangunan dan mengajarkan seni arsitektur bangunan kepada orang Abbasiyah. 

Bukti dari kemajuan pradaban seni arsitektur pada masa Daulah Abbasiyah masih dapat ditemukan sampai saat ini dari keindahan gedunggedung istana, masjid, madrasah sebagai peninggalan Daulah Abbasiyah. 

2. Seni Tata Kota 

Seni tata kota dan arsitektur pada masa Daulah Abbasiyah bernilai sangat tinggi, banyak bangunan dan kota dibangun dengan teknik tata kota yang berseni tinggi. Diantara kota-kota itu adalah : 

a. Kota Baghdad

Baghdad dibangun tahun 763 M pada masa pemerintahan khalifah Abu Ja’far Al-Mansyur. Pembangunan kota ini melibatkan 100.000 orang ahli bangunan, terdiri dari arsitek, tukang batu, tukang kayu, pemahat, pelukis, dan lain-lain yang didatangkan dari Suriah, Iran, Basrah, Mosul, Kuffah, dan daerah-daerah yang lainnya. 

Biaya pembangunan kota ini mencapai 4.833.000 dirham. Kota Baghdad dibangun berbentuk bundar sehingga disebut kota bundar (Al-Mudawwarah). Dikelilingi dua lapis tembok besar dan tinggi. Bagian bawah selebar 50 hasta dan bagian atas 20 hasta, tingginya 90 kaki (27.5 m). 

Di luar tembok dibangun parit yang dalam, yang berfungsi ganda sebagai saluran air dan benteng pertahanan. Di tengah kota dibangun istana khalifah diberi nama Qashrul Dzahab (istana emas) yang melambangkan kemegahan dan kejayaan. Di samping istana, dibangun pula Masjid Jami’ Al-Mansyur. 

b. Kota Samarra 

Lima tahun setelah kota Baghdad mengalami kemajuan Khalifah Al Mu’tashim Billah (833-842 M) membangun kota Samarra. Di dalam kota ini terdapat istana yang indah dan megah, masjid raya, taman kota dengan bunga-bunga yang indah, dan alun-alun. Untuk memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya, dibangun pula pusat-pusat perbelanjaan dan pusat-pusat pelayanan publik. 

Selain pembangunan di kota-kota tersebut, dua kota suci umat Islam Makkah dan Madinah juga tidak terlepas dari sentuhan seni arsitektur para penguasaa Daulah Abbasiyah. Terlebih Masjid Al-Haram di Makkah danMasjid Nabawi di Madinah. Menurut tradisi, setiap penguasa muslim pada masanya masing-masing turut ambil bagian dalm renovasi dan pembangunan dua Masjid suci kebanggaan umat Islam tersebut. 

Bidang Seni dan Sastra 

Dunia sastra mencapai puncak kejayaannya pada masa Daulah Abbasiyah. Kota Baghdad merupakan pusatnya para penyair dan sastrawan. Bahkan hampir seluruh khalifah Abbasiyah menyukai sastra. Berikut beberapa penyair dan sastrawan yang terkenal saat itu. yaitu : 

1. Abu Athiyah (760-841 M) 
2. Abu Nawas (741-794 M) 
3. Abu Tamam (w 847 M) 
4. Al-Buhtury (821-900 M) 
5. Al-Muntanabbi (961-967 M) 

Kota Baghdad terkenal dengan kisah yang melegenda di kalangan umat Islam yaitu cerita tentang 1001 malam (Alfu Lailah Wa Lailah) yang ditulis oleh Mubasyir ibnu Fathik. Demikian bahasan singkat tentang perkembangan kebudayaan pada masa bani Abbasiyah.

Posting Komentar untuk "Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Bani Abbasiyah"