Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jenis-Jenis Air Suci yang Menyucikan dan Pembagiannya


Air merupakan salah satu anugerah pemberian dari Allah Swt untuk seluruh makhluknya, karena bisa di bayangkan jika tidak terdapat air maka yang namanya kehidupan itu tidak akan ada. Air merupakan satu-satunya sumber penghidupan bagi seluruh makhluk hidup yang ada di dunia. Salah satu manfaat air adalah sebagai alat untuk bersuci dari segala macam najis.

Bagi umat muslim, bersuci merupakan salah satu kewajiban yang harus dikerjakan, sebab ia akan menjadi salah satu sah atau diterimanya suatu amalan dalam peribadatannya. Namun ternyata air bersih dan menyucikan ini memiliki ragam jenisnya bila berada ditempat yang berbeda asal dan tempatnya.

Air yang dapat digunakan untuk bersuci haruslah air yang bersih, suci lagi menyucikan. Air tersebut bisa berasal dari langit seperti hujan maupun berasal dari Bumi seperti air tanah dan air laut yang masih murni dan belum pernah digunakan (bukan bekas pakai). Jika ditelaah dari jenis-jenisnya, air yang bersih, suci, lagi menyucikan ada 7 jenis, yaitu: air hujan, air laut, air salju, air embun, air sumur, air telaga, dan air sungai.

Pembagian Air

Sementara itu selain jenis-jenis air, menurut hukum Islam air itu sendiri dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

1. Air Muthlaq. Air ini dapat pula disebut sebagai air murni, karena hukumnya suci dan menyucikan, dan tidak makruh untuk digunakan bersuci.

2. Air Musyammas. Air ini adalah air yang dipanaskan dengan sinar matahari di tempat (wadah) yang tidak terbuat dari emas. Hukum air ini adalah suci lagi menyucikan, namun hukumnya makruh untuk digunakan bersuci. Ada pula ulama yang memakruhkan air yang memang sengaja dipanaskan dengan api.

3. Air Musta'mal. Air ini adalah air bekas menyucikan hadas dan najis. Walaupun air ini tidak berubah rasanya, warnanya, serta baunya, bahkan sebenarnya air ini masih bersih dan suci. Akan tetapi air ini tidak dapat digunakan untuk bersuci.

4. Air Mustanajjis. Air ini adalah air yang sudah terkena atau tercampur dengan najis, sedangkan volumenya kurang dari dua qullah (sekitar 216 liter). Hukum bersuci menggunakan air ini adalah tidak boleh sama sekali, karena tidak suci dan tidak menyucikan. Namun apabila volumennya lebih dari dua qullah dan tidak mengubah sifat airnya (bau, rasa, dan warna), maka air itu boleh digunakan untuk bersuci.

Air yang bercampur dengan barang yang suci. Air ini adalah air muthlaq pada awalnya, kemudian air ini tercampur (kemasukkan sesuatu) dengan barang yang sebenarnya tidak najis, misalkan sabun tau bahan makanan. Air seperti ini hukumnya tetap suci, amun jika sifat air sudah berubah sifat, rasa, bau, dan warnanya, maka air tersebut menjadi tidak bisa digunakan untuk bersuci.

Dari semua jenis-jenis air diatas, ada satu jenis air lagi yang suci tetapi haram digunakan untuk bersuci. Air yang dimaksud di sini ialah air yang didapat dengan cara ghahsab atau mencuri (mengambil atau memakai tanpa izin).

Para ulama menyepakati bahwa bersuci dengan air hukumnya wajib ketika air tersedi dan dapat digunakan tanpa adanya keperluan lain yang lebih penting. Misalnya, air hanya cukup untuk keperluan minum.

Air Laut

Para fukaha awal yang hidup di kota Kufah dan Basra bahwa air laut merukan jenis air yang suci dan menyucikan. Sifatnya sama seperti air suci lainnya dan tidak tergantung kepada rasanya. Air laut yang berasa tawar dan berasa asin memiliki kedudukan yang sama. Namun, beberapa ulama menetapkan larangan berwudu dengan air laut. 

Kelompok ahli fikih tertentu juga hanya mengizinkan berwudu dengan air laut pada keadaan darurat saja. Beberapa ahli fikih lain menetapkan bahwa tayamum lebih utama jika hanya ada air laut yang dapat digunakan untuk berwudu.

Air Panas

Hukum memakai air panas akibat paparan sinar matahari adalah makruh menurut Imam Syafi'i. Namun, para pengikut setelahnya memberikan pendapat bahwa hukumnya tidak makruh. Hal yang sama diutarakan oleh Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki dan Mazhab Hambali. 

Para ulama juga meneyepakati bahwa air yang dimasak tidak makruh. Namun, Mujahid memakruhkan air yang dimasak. Sedangkan Mazhab Hambali menyatakan air yang dimasak hukumnya makruh ketika dipanaskan dengan api.

Air Bekas Bersuci

Hukum dari air bekas bersuci adalah suci tetapi tidak menyucikan. Pendapat ini disetujui oleh sebagai besar ulama dalam Mazhab Hanafi. Sedangkan sebagian lainnya menetapkan air bekas bersuci sebagai najis. Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanbali menyepakati bahwa air bekas bersuci adalah suci tetapi tidak menyucikan. Sedangkan menurut Mazhab Maliki, air bekas bersuci dapat menyucikan.

Air yang Berubah Warna

Menurut Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hambali, air yang berubah warna karena bercampur dengan cairan suci lainnya tidak dapat digunakan untuk bersuci jika perubahan warnanya sangat jelas. Sedangkan Mazhab Hanafi menyepakati bahwa air tersebut boleh digunakan untuk bersuci. 

Alasan yang dikemukakan oleh Mazhab Hanafi adalah sifat air yang suci tidak hilang akibat bercampur dengan cairan suci lainnya karena unsur-unsur air tetap tidak hilang. Para ulama juga menyepakati bahwa air yang berubah warna akibat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa digunakan hukumnya adalah suci. Namun, dalam periwayatan Ibnu Sirin, air dengan kondisi demikian tidak boleh digunakan untuk bersuci.

Bersuci dengan Tanah

Tayamum dengan tanah atau debu wajib hukumnya ketika air tidak ada sama sekali. Bersuci dengan tanah tidak harus selalu dengan tanah langsung, akan tetapi bisa kepada benda-benda yang mengandung unsur tanah seperti pada dinding-dinding rumah.
Sumber Wikipedia

Posting Komentar untuk "Jenis-Jenis Air Suci yang Menyucikan dan Pembagiannya"