Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Ternate

Istana Kesultanan Ternate

Kesultanan Ternate (Kerajaan Gapi) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh kepulauan Marshall di pasifik.

Pulau Gapi atau Ternate mulai ramai di awal abad XIII, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing-masing di kepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama-tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah-rempah.

Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar (Gamalama).

Di masa-masa awal suku Ternate dipimpin oleh para Momole. Setelah membentuk kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan gelar Sultan.

Para ulama menjadi figur penting dalam kerajaan. Setelah sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai representasi para momole di masa lalu, masing masing di kepalai seorang Kimalaha.

Mereka antara lain: Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi. Pejabat-pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klanklan ini. Bila seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu klan. Selanjutnya ada jabatan-jabatan lain Bobato Nyagimoi Se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau, Salahakan, Sangaji, dan sebagainya.

Selain Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan-kerajaan ini merupakan saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku.

Demi menyatukan kerajaan-kerajaan tersebut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja-raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond.

Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku). Kolano Marhum (1465-1486), Penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (14861500).

Ia mendirikan lembaga pengajaran Islam yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, di sana beliau dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).

Di masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang, rakyatnya diwajibkan berpakaian secara Islami, teknik pembuatan perahu dan senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku, Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506.

Tahun 1512 Portugis untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan Sultan, Portugis diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugis datang bukan semata-mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah pala dan cengkih di Maluku.

Untuk itu terlebih dulu mereka harus menaklukkan Ternate. Sultan Bayanullah wafat meninggalkan pewaris-pewaris yang masih sangat belia. Janda sultan, permaisuri Nukila dan Pangeran Taruwese, adik almarhum sultan bertindak sebagai wali.

Permaisuri Nukila yang asal Tidore bermaksud menyatukan Ternate dan Tidore dibawah satu mahkota yakni salah satu dari kedua puteranya, pangeran Hidayat (kelak Sultan Dayalu) dan pangeran Abu Hayat (kelak Sultan Abu Hayat II). Sementara pangeran Tarruwese menginginkan tahta bagi dirinya sendiri.

Portugis memanfaatkan kesempatan ini dan mengadu domba keduanya hingga pecah perang saudara. Kubu permaisuri Nukila didukung Tidore sedangkan pangeran Taruwese didukung Portugis. Setelah meraih kemenangan pangeran Taruwese justru dikhianati dan dibunuh Portugis.

Gubernur Portugis bertindak sebagai penasihat kerajaan dan dengan pengaruh yang dimiliki berhasil membujuk dewan kerajaan untuk mengangkat pangeran Tabariji sebagai sultan. Tetapi ketika Sultan Tabariji mulai menunjukkan sikap bermusuhan, ia difitnah dan dibuang ke Goa India.

Di sana ia dipaksa Portugis untuk menandatangani perjanjian menjadikan Ternate sebagai kerajaan Kristen dan vasal kerajaan Portugis, namun perjanjian itu ditolak mentah-mentah Sultan Khairun (1534-1570). Perlakuan Portugis terhadap saudara-saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan bertekad mengusir Portugis dari Maluku.

Tindak-tanduk bangsa barat yang satu ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan Khairun. Pembunuhan secara licik terhadap Sultan Khairun oleh Portugis semakin mendorong rakyat Ternate untuk menyingkirkan Portugis, bahkan seluruh Maluku kini mendukung kepemimpinan dan perjuangan Sultan Baabullah (1570-1583), pos-pos Portugis di seluruh Maluku dan wilayah timur Indonesia digempur, setelah peperangan selama 5 tahun, akhirnya Portugis meninggalkan Maluku untuk selamanya tahun 1575.

Ternate mencapai puncak kejayaan di bawah pimpinan Sultan Baabullah, wilayahnya membentang dari Sulawesi Utara dan Tengah di bagian barat hingga kepulauan Marshall di bagian timur, dari Philipina (Selatan) di bagian utara hingga kepulauan Nusa Tenggara di bagian selatan.

Sultan Baabullah dijuluki “penguasa 72 pulau” yang semuanya berpenghuni (sejarawan Belanda, Valentijn menuturkan secara rinci nama-nama ke-72 pulau tersebut) hingga menjadikan kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia timur, disamping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah nusantara kala itu.

Periode keemasaan abad ke-14 dan ke-15 tiga kesultanan ini adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme barat. dalam sejarah bangsa ini. Sepeninggal Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan Portugis tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate.

Kekalahan demi kekalahan yang diderita memaksa Ternate meminta bantuan Belanda tahun 1603. Ternate akhirnya sukses menahan Spanyol namun dengan imbalan yang amat mahal. Belanda akhirnya secara perlahan-lahan menguasai Ternate, tanggal 26 Juni 1607 Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan bantuan Belanda melawan Spanyol.

Di tahun 1607 Belanda membangun benteng Oranje di Ternate yang merupakan benteng pertama mereka di nusantara. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.

1. Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot. Belanda memutuskan melakukan penebangan besar-besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan.

2. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan Ternate-Hitu Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.

3. Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650, 16551675) yang terlampau akrab dan di anggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan bersekutu untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga diantara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi (Kapita Laut), Majira (Raja Muda Ambon) dan Kalumata (adik Sultan Mandarsyah).

4. Sultan Muhammad Nurul Islam (Sultan Sibori 1675-1691) merasa gerah dengan tindak-tanduk Belanda yang semenamena. Ia menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan vazal Belanda.

Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat. Kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. Hi. Mudhaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1986.

Imperium Nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku.

Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa. Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya.

Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non-Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia. Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate.

Bahasa Melayu-Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda-beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon Portugal.

Demikian bahasan materi tentang sejarah kerajaan Islam Kesultanan Ternate.

Posting Komentar untuk "Sejarah Kerajaan Islam Kesultanan Ternate"