Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Usamah bin Zaid bin Haritsah : Panglima Perang Muda dalam Sejarah Islam


Perjalanan dakwah Rasulullah tidak pernah berhenti, bahkan sampai detik-detik ajal menjemputnya beliau masih terus memberikan perintah dalam rangka menegakkan Dinul Islam ke seantero penjuru negeri demi tegaknya Islam. Usamah bin Zaid bin Haritsah merupakan seorang panglima perang termuda yang tercatat dalam sejarah perjuangan Islam, namanya dikenal setelah ia membuktikan bahwa meskipun di usia yang masih muda ia telah mampu untuk memimpin.

Cahaya Islam terus bersinar menerangi seantero tanah arab, wajah-wajah kusut yang semula berselimut kabut kemusyrikan menjadi cerah disinari pancaran cahaya ilahi. Farwah bin Umar al Judzami yang menjabat sebagai kepala daerah Ma’an dan sekitarnya di angkat kaisar Romawi, segera memeluk Islam. 

Mengetahui hal itu, para penguasa Romawi sangat marah, sebab Farwah bukan rakyat biasa namun seorang kepala daerah yang menjadi ikutan rakyat banyak. Mereka segera menangkap Farwah dan menjebloskannya ke penjara. 

Selanjutnya di bunuh dan kepalanya di pancung lalu kepalanya diletakkan di sebuah mata air bernama Arfa’ di Palestina. Mayatnya di salib untuk menakut nakuti para penduduk agar tidak mengikuti jejaknya. 

Proses Pengangkatan Usamah Menjadi Panglima

Mengetahui kejadian tersebut, Rasulullah saw segera menyiapkan pasukan, maka di angkatlah Uzamah bin Zaid bin Haritsah sebagai panglima perang, kala itu usianya baru 18 tahun. Rasulullah memerintahkannya untuk mendirikan markas perkemahan di daerah Juraf, di luar kota Madinah. 

Beberapa sahabat sempat mempertanyakan keputusan tersebut, mendengar desas desus yang seolah menyepelekan kemampuan Usamah, Umar bin Khattab segera menemui Rasulullah saw. Beliau (Rasulullah) sangat marah, lalu bergegas mengambil sorbannya dan keluar menemui para sahabat yang sedang berkumpul di masjid Nabawi. 

Setelah memuji Allah Subhanahu Wa Ta'la dan mengucapkan syukur, lalu Rasulullah bersabda : 

"Wahai sekalian manusia, saya mendengar pembicaraan mengenai pengangkatan Usamah? Demi Allah, seandainya kalian menyangsikan kepemimpinannya, berarti kalian menyangsikan kepemimpinan ayahnya (Zaid bin Haritsah). 

"Demi Allah Zaid sangat pantas memegang pimpinan, begitu juga dengan putranya, Usamah. Kalau ayahnya sangat saya kasihi, maka putranya pun demikian. Mereka adalah orang yang baik. Hendaklah kalian memandang baik mereka berdua. Mereka juga adalah sebaik-baik manusia di antara kalian".

Setelah itu beliau turun dari mimbar dan masuk ke rumahnya kaum muslimin pun berdatangan hendak berangkat bersama pasukan Usamah. Mereka menemui Rasulullah yang saat itu dalam keadaan sakit. 

Di antara mereka terdapat Ummu Aiman, ibu Usamah. “Wahai Rasulullah, bukankah lebih baik jika engkau menunggu sebentar di perkemahannya sampai engkau merasa sehat. Jika dipaksa berangkat sekarang tentu dia tidak akan merasa tenang dalam perjalanannya”. Rasulullah saw menjawab “Biarkan Usamah berangkat sekarang juga”. 

Tentara kaum muslimin sudah berkumpul di perkemahan pasukan, malam itu mereka menginap. Keesokan harinya Usamah menemui Rasulullah saw yang sakitnya semakin berat. Ketika Usamah mencium wajahnya, beliau tidak mengatakan apa-apa selain mengangkat kedua belah tangan ke langit serta mengusap kepala Usamah lalu mendo’akannya. 

Usamah segera kembali ke pasukannya yang masih menunggu, setelah semuanya lengkap mereka mulai bergerak. Belum jauh pasukan itu meninggalkan Juraf, tempat markas perkemahan, datanglah utusan dari Ummu Aiman memberitahukan bahwa Rasulullah saw telah wafat. 

Usamah segera memberhentikan pasukan. Bersama Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, ia segera menuju rumah Rasulullah. Sementara itu kaum muslimin yang bermarkas di Juraf membatalkan pemberangkatan dan kembali ke Madinah. 

Melaui syura yang diliputi kesedihan mendalam, kaum muslimin sepakat mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar segera memanggil Usamah untuk kembali memimpin pasukan, sebagaimana yang di perintahkan Rasulullah saw sebelumnya. 

Tindakan khalifah tentu saja mendapat reaksi dari beberapa sahabat, yang saat itu beberapa kelompok kaum muslimin murtad dari Islam, dan kota Madinah memerlukan penjagaan ketat. 

Menanggapi hal itu Abu Bakar menjawab :

“Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, seandainya aku tahu akan dimakan binatang buas sekalipun, niscaya aku akan tetap akan mengutus pasukan ini ke tujuannya. Aku yakin mereka akan kembali dengan selamat. Bukankah Rasulullah saw yang di berikan wahyu dari langit telah bersabda “Berangkatkan segera pasukan Usamah!. Namun ada satu permintaanku biarkan Umar tetap tinggal di Madinah untuk membantuku. Aku tidak tahu apakah permintaanku di setujui Usamah atau tidak”. 

Para sahabat akhirnya yakin, Abu Bakar segera menemui Usamah dan memintanya agar Umar tinggal di Madinah untuk membantunya. Usamah pun menyetujuinya. Abu Bakar lalu memerintahkan kaum muslimin kaum muslimin yang semula bergabung dengan pasukan Usamah untuk terus ikut serta. Ia juga memarahi mereka yang sempat menyepelekan kemampuan Usamah. 

Ketika itu pasukan berjumlah sekitar 3000 orang, dan 1000 orang di antaranya menunggang kuda mulai bergerak. Abu Bakar datang untuk mengucapkan selamat kepada mereka. Saat itu ia berjalan kaki di samping Usamah yang menunggang kuda. 

Melihat hal itu, Usamah bergegas hendak turun dari punggung kuda, namun Abu Bakar buru-buru mencegah, “Demi Allah, jangan turun wahai Usamah biarkan telapak kakiku di penuhi debu sabilillah beberapa saat. Bukankah setiap langkah pejuang akan memperoleh imbalan tujuh ratus kebaikan, dan menghapus tujuh ratus kesalahannya. 

Usamah dan pasukannya terus bergerak dengan cepat meninggalkan Madinah, setelah melewati beberapa daerah yang masih tetap memeluk Islam. Akhirnya mereka tiba di Wadilqura. Usamah mengutus seorang mata-mata dari suku Hani Adzrah bernama Huraits. 

Ia maju meninggalkan pasukan hingga tiba di Ubna, tempat yang mereka tuju, setelah berhasil mendapat berita tentang keadaan daerah itu, dengan cepat ia kembali menemui Usamah. Huraits menyampaikan informasi bahwa penduduk Ubna belum mengetahui kedatangan mereka dan tidak bersiap-siap. 

Ia mengusulkan agar pasukan secepatnya bergerak untuk melancarkan serangan sebelum mereka mempersiapkan diri. Usamah setuju, dengan cepat mereka bergerak seperti yang direncanakan, pasukan Usamah berhasil mengalahkan lawannya. 

Selang empat puluh hari kemudian, mereka kembali ke Madinah dengan sejumlah harta rampasan perang yang besar, dan tanpa jatuh korban seorangpun. 

Sejak saat itu pamor Usamah bin Zaid kian benderang di kalangan para sahabat. Selain dikenal sebagai panglima pasukan termuda, ia juga adalah sahabat sekaligus putra sahabat yang dicintai Rasulullah saw. 

Hal ini pernah dikemukakan oleh Khalifah Umar bin Khattab, sebagai berikut :

“Suatu ketika ia (Rasulullah) membagikan hadiah kepada kaum muslimin, kepada Usamah diberikan nilai lebih dari yang lain. Mengetahui hal itu, putranya Abdullah bin Umar berkata “Wahai ayahanda, mengapa engkau memberi lebih kepada Usamah? Padahal saya juga selalu menyertai setiap peperangan yang ia ikuti? 

“Umar menjawab “Usamah lebih dicintai Rasulullah dibanding engkau, dan ayahnya lebih disayangi ketimbang ayahmu”.

Apa yang ia ucapkan cukup beralasan, Usamah adalah putra Zaid bin Haritsah. Dialah Zaid satu-satunya sahabat yang pernah menjadi anak angkat Rasulullah saw dan namanya tercantum dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 37. Dia juga mendapatkan amanat Rasulullah untuk memimpin perang Muktah sebelum diambil alih oleh Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah setelah Zaid bin haritsah gugur, sedang ibunya Ummu Aiman, adalah mantan pengasuh Rasulullah. 

Wafatnya Usamah bin Zaid bin Haritsah

Setelah menjalani hidupnya dengan berbagai perjuangan bersama para sahabat yang lain, Akhirnya Usamah bin Zaid wafat pada tahun 53 Hijriah bertepatan dengan tahun 673 Masehi. ia telah banyak meninggalkan jejak dalam perjuangan Islam.

Demikianlah mengenai kisah Usamah bin Zaid bin Haritsah, panglima perang muda dalam sejarah Islam. Semoga dengan adanya kisah tentang beliau, dapat menjadi contoh untuk generasi muda untuk tampil dalam membela dan memperjuangakan agamanya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak pernah memandang siapapun dari hambanya, kecuali ketakwaannya. Demikian kisah usamah bin zaid bin haritsah, panglima perang muda dalam sejarah islam, semoga ada manfaatnya. Wallaahu A'laam.

Posting Komentar untuk "Usamah bin Zaid bin Haritsah : Panglima Perang Muda dalam Sejarah Islam"